Jumat, 07 Oktober 2011

maher khan lee

maher khan lee
POTRET DIRI
                                                                          Apa pun jadinya
Telah kupasang anakpanah pada busurnya
Dan kulepaskan ke arah gelombang
Yang mendidihdarahku

Ketika malam memasang bintang
bergetaran udara karena rindu
Atau karena kenangan
Yang serentak meruak di tengah samudra
di belai-belai cahaya

paginya
aku layarkan geliah atas riak-riak air
segar memancar pada bibir pantai
diatasku mengerjap mata langit merayu
menari-nari burung di mataku

apa pun jadinya ini kali aku yang mencari,ini kaliaku memburu
bergetaran udara  karena rindu
atau karena kenangan
yg mendadak di gugurkan waktu

bagaimana pun hiduptlah di hamparkan
dan aku harus bertualang
sanpai letih sampai tak bias kuhitung jejakku lagi
pada tebing-tebing dan lembah-lembahtak berhuni
kukenali merdu suara itu
“demi masa !”

Maka sewaktu angin kencang-kencangnya
Kembali aku berjalan mencari sumber suara itu
Di manakah kamu,dimanalah kamu?
Pertualangku semakin parah
Penuh gambar penuh warna
Tetapi dimanakah kamu,di manakah kamu ?
Atau kubiarkan saja topan
Menyebut duka yang tak  habis-habisnya

Keterasingan ini kian terasa panjang
aku bertualang ke padang-padang gersang
berlari kedalam rimba belantara

gelimbang demi gelombang
badai demi badai

dari almanak tahun demi tahun terkelupas
silih berganti musim riuh menderas
bahkan telah habis pohon kutandai dengan belatiku.

Akhirnya
Setiap negri yg kulewati
Kusapa dan kutanya orang-orangnya
Bagaimanakah sesungguhnya menaruh melati
Dalam jambang hati
Agar kelak tumbuhmenjelma kebenaran sejati
Jawab mereka: yang hendak kau taruh bukanlah melati
Tapi samata nafsumu sendiri

Aku malu
Karenanya kubakar habis rambutku
Kuhancurkanberhala-berhala
Yang membebat akal pikiranku
Ajaran yang selama ini disodorkan padaku
Hanya menjadikanku sebongkah batu

O,berontaklah jiwa-jiwa yang haus
Berontaklah jiwa-jiwa yang meradang
Beontaklah jiwa-jiwa kasmaran !

Dengan sebaris doa lalu kuheningkan cipta
Berbekal tongkat musah kubelai sungai menjadi dua
Gesekan sinrili’ dan pakanjara’ yang di pacu
Bersihkan jalanku
Dari batu-batu
Duhai lengkingnya
Duhai dentumnya
Mereka air mataku
Seperti pada awal kelahiranku

Aku pun bangkit
Seumpama bunga
Cerah wajahku
Secerah matahari,
Sesegar wajah kekasih

Apa pun jadinya,
Ini kali aku bernyanyi
Ini kali aku menari

JEJAK
Sewaktu kubuka pintu dengan tergesa-gesa pagi ini
Serta-merta angin menyeruak masuk ke paru-paruku
Sewaktu kubuka pintu, aku bersikeras mengingat-ingat
Jejak siap yang terakhir kali berdiri di sini ?
Tapi kupikir itu sia-sia sebab hujan telah membereskannya
Semalam.di depan pintu ini tak ada lagi jejak
Yang bias ak kenang. bahkan mata pisau
Yang mengorek luka, tak lagi sanggup mengharumkanku
Semata kabut, kabut belum usai
RAHASIAKAN
Sebelum segalanya kembali
Susut dan sia-sia, pada suatu hari nanti
Aku ingin berjalan sendiri saja
Sunyi di tengah lengking cuaca

Dan sekitarnya  nanti
Engkau menjemputku pada suatu hari
Sewaktu senja semakin rapuh dan kelabu
Maka rahasiakan pertemuan ini

RISALAH  JIWA
Jika kau kemari
Datanglah bersama hujan
Sebab aku di sini
Akan menyambutmu dengan angin

Serulah aku ,kuseru kau !
di dalam mabuk yang panjang
engkau dan aku tentu
akan saling melunaskan
dengan kecupan-kecupan saying

datanglah,gegaslah !
o,wahai jiwa yang gelisah
hidup yang fana
kilaunya Cuma membutakan mata


KATARSIS
Seusai badai
Kubiarkan burung-burung
Hinggap bernyayi di dahan hatiku
Merumuskan kelembutandan ketentraman cinta
Mewartakan hidup abadi

Setiap waktu
Kulambungkan rindu ke langit yang jauh
Aku menari bersama ribuan kumbang an kupu-kupu
Setiap waktu,jiwaku bersujud padamu
Sunyi dan hanya sunyi

LENTERA
Kalau bukan engkau, ibu
Siapa yang menyalakan lentaradi langit kelabu
angin kesiuh, sunyi pun jatuh
sebutir air matamu
Membasuh dunia yang semakin rusuh

PENYAIR DAN TELAGA
Sesampainya di rengah telaga,
Dihentijannya mendayung
Riak-riak air melenggam tenang
Dan siap menerima cahaya purnama
Di tengahtelaga itu
Ia membayangkan dirinya adam
Ia membayangkan kekasihnya hawa
Sedang nafasnya begitu dalam
Sedang tangisnya menusuk bulan

Di tengah telagaitu
Waktu
diam-diam  menepi
dan menyisih pergi
“hawa kekasihku di shorga
Sepi tak menunggu, dating kau.
Kupilih sajak yang berjaga .”
Di rengah telaga itu penyair telah lengkap
Sempurna menerima cahaya

RISALAH
Sejak kau tebarkan
Kuntum-kuntum cahaya dank au nyalakan
Tebing  hatiku yang dingin dan gelap gulita,
Aku percaya engkaulah itu
Yang berbisik kepadaku tentang risalah
Yang sekian lamakau rahasiakan
Di pucuk-pucuk angin, bisik-bisik kabut
Dan kini kau tuliskan di lembar-lembar daun
Di atas batuputihdan pada kain-kain putih
ketika tak seorang pun meloncat k dalam mimpi
Ketika tak siapa pun mengurai duka di detik ini
SAHABAT
Kita menilai diri dari apa yang kita pikir bisa kita lakukan, padahal orang lain menilai kita dari apa yang sudah kita lakukan. Untuk itu apabila anda berpikir bisa, segeralah lakukan
Bukan pertumbuhan yang lambat yang harus anda takuti. Akan tetapi anda harus lebih takut untuk tidak tumbuh sama sekali. Maka tumbuhkanlah diri anda dengan kecepatan apapun itu.
Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan bila anda sedang takut, jangan terlalu takut. Karena keseimbangan sikap adalah penentu ketepatan perjalanan kesuksesan anda
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan
Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi pencapaian kecemerlangan hidup yang di idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagal